BANGKALAN - Ratusan mahasiswa di Universitas Trunojoyo Madura mengikuti Seminar Nasional yang mendatangkan Komisioner Komnas Perempuan Republik Indonesia Imam Nahe'i di Graha Rektorat, Jum'at (19/04/2019).
Seminar yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura tersebut mendapatkan antuasiasme yang tinggi walaupun dilaksanakan pada hari libur.
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum Dr. Devi Rahayu, S.H., M.Hum. menyampaikan bahwa seminar tersebut sangat positif untuk mahasiswa di Fakultas Hukum terlebih lagi memang ada mata kuliah yang mengajarkan perlindungan anak dan perempuan.
"Teori dan praktek harus seimbang, walaupun di hari libur alhamdulilah antusiasnya sangat tinggi, ini juga bisa menyemangati Kartini Milenial untuk lebih berkiprah dan berperan aktif mengingat dua hari lagi merupakan peringatan hari Kartini,' ucapnya.
Dirinya meminta kepada Komisioner Komnas Perempuan yang hadir tersebut dapat mengupas pro dan kontra RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) terlebih sehingga dapat mengetahui informasi tersebut secara utuh dari pakarnya.
Hal senada disampaikan oleh Gubernur BEM Fakultas Hukum UTM Moch. Syahfudin yang berharap para mahasiswa dapat memahami RUU PKS langsung dari lembaga negara yang menginisiasi.
"Alhamdulillah lembaga yang menginisiasi RUU PKS bisa hadir langsung untuk menyampaikan poin poin pentingnya dan diharapkan mahasiswa mampu mendapatkan pemahaman tentang hak tersebut," ujarnya.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Republik Indonesia Imam Nahe'i menyambut baik sosialiasi yang diselenggarakan BEM FH UTM sebab hal itu bisa memberikan pengetahuan kepada para mahasiswa secara utuh tentang persoalan perempuan dan anak terkini.
Lebih lanjut dirinya ketika menyinggung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mengatakan bahwa ada banyak yang salah menafsirkan perihal itu sehingga muncul opini RUU tersebut akan pro terhadap zina, LGBT dan free sex.
"Hal ini sangat penting untuk diketahui secara utuh, tidak ketersambungan informasi kepada masyarakat atau kelompok tertentu sehingga cara pandang lama yang dimasukkan pada teks menimbulkan salah tafsir," ucapnya.
Padahal menurutnya, RUU PKS tersebut diajukan dengan harapan nantinya ada keadilan bagi para korban kekerasan seksual di Indonesia karena selama ini akses tersebut sangat kecil didapatkan oleh mereka yang menjadi korban.
"Kalau RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dianggap pro zina, pro LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender), saya kira ada bacaan yang belum tuntas terhadap keseluruhan semangat dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diusulkan,"
Meski RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak memuat delik yang memidanakan zina yang dilakukan suka sama suka, namun menurutnya sanksi perilaku seks bebas telah diatur dalam undang-undang pidana. (eaz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar